Perkembangan Alam Pemikiran Manusia
Umumnya pengetahuan
seseorang tentang sesuatu dimulai dari adanya rangsangan dari suatu objek,
rangsangan itu menimbulkan rasa ingin tahu yang mendorong seseorang untuk
melihat, menyaksikan, mengamati, mengalami dan sebagainya.
Manusia sebagai makhluk
yang berpikir akan dibekali rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu inilah yang
mendorong untuk mengenal, memahami, dan menjelaskan gejala-gejala alam, juga
berusaha untuk memecahkan masalah atau persoalan yang dihadapi, serta berusaha
untuk memahami masalah itu sendiri, ini semua menyebabkan manusia mendapatkan
pengetahuan yang baik.
Pengetahuan yang
diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang
ada, kemudian semakin bertambahnya dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil
pemikirannya, setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan
eksperimentasi ini, maka lahirlah ilmu pengetahuan yang mantap atau bagus.
Ada 3 hal yang
mencakupi Perkembangan pemikiran manusia, yaitu:
A. Sifat Unik Manusia
Dibandingkan dengan
makhluk lain, jasmani manusia adalah lemah, sedangkan rohani, akal budi, dan
kemauannya sangat kuat. Manusia tidak mempunyai tanduk, taji, ataupun sengat,
maka untuk membela diri terhadap serangan dari makhluk lain dan untuk
melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan, manusia harus
memanfaatkan akal budinya yang cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan
manusia dapat mengendalikan jasmaninya. Hal ini dapat menimbulkan efek
yang negatif misalnya, manusia dapat mogok makan, dapat minum-minuman keras sampai
mabuk, dan bahkan dapat bunuh diri. Kalau tubuh mendapat pengaruh yang
negatif dari lingkungan, maka timbul reaksi yang mendorong tubuh supaya
melepaskan diri dari lingkungan yang merugikan itu. Tetapi kemauan keras dapat
memaksa tubuh supaya tetap menerima pengaruh yang negatif itu. Jadi, sifat unik
manusia itu adalah akal budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.
B. Rasa Ingin Tahu
Dengan pertolongan akal
budinya, manusia menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap
pengaruh lingkungan yang merugikan. Tetapi adanya akal budi itu juga
menimbulkan rasa ingin tahu yang selalu berkembang. Dengan kata lain, rasa
ingin tahu itu tidak pernah dapat dipuaskan. Akal budi manusia tidak pernah
puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Rasa ingin tahu mendorong
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencari jawaban
atas berbagai persoalan yang muncul di dalam pikirannya. Kegiatan yang
dilakukan manusia itu kadang-kadang kurang serasi dengan tujuannya sehingga
tidak dapat menghasilkan pemecahan. Tetapi kegagalan biasanya tidak menimbulkan
rasa putus asa, bahkan seringkali justru membangkitkan semangat yang lebih
menyala-nyala untuk memecahkan persoalan. Dengan semangat yang makin berkobar
ini diadakanlah kegiatan-kegiatan yang dianggap lebih serasi dan dapat
diharapkan akan menghasilkan penyelesaian yang memuaskan. Kegiatan untuk
mencari pemecahan dapat berupa:
1. Penyelidikan
langsung.
2. Penggalian
hasil-hasil penyelidikan yang sudah pernah diperoleh orang lain.
3. Kerjasama
dengan penyelidik lain yang juga sedang memecahkan soal yang sama/yang sejenis.
Rasa Ingin Tahu
Menyebabkan Alam Pikiran Manusia Berkembang. Ada dua macam perkembangan,
yaitu:
1. Perkembangan
alam pikiran manusia sejak zaman purba hingga dewasa ini.
2. Perkembangan
alam pikiran manusia sejak dilahirkan sampai akhir hayatnya.
Perkembangan alam
pikiran dapat juga disebabkan oleh rangsangan dari luar, tanpa dorongan dari
dalam yang berupa rasa ingin tahu. Jadi dengan kata lain, bahwa alam pikiran
manusia berkembang terutama karena ada dorongan dari dalam, yaitu rasa ingin
tahu.
a. Mitos
Menurut A. Comte, bahwa
dalam sejarah perkembangan manusia itu ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap teologi atau tahap metafisika
2. Tahap filsafat
3. Tahap positif atau tahap ilmu
Dalam tahap teologi
atau tahap metafisika, manusia menyusun mitos atau dongeng untuk mengenal
realita atau kenyataan, yaitu pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan
subyektif. Mitos ini diciptakan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam
alam pikiran, mitos, rasio atau penalaran belum terbentuk, yang bekerja hanya
daya khayal, intuisi, maupun imajinasi.
Menurut C.A. van
Peursen, mitos adalah suatu cerita yang memberikan pedoman atau arah tertentu
kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat ditularkan, dapat pula diungkapkan
lewat tari-tarian atau pementasan wayang, dan sebagainya. Inti cerita adalah
lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia beserta lambang kejahatan
dan kebaikan, kehidupan dan kematian, dosa dan penyucian, juga perkawinan dan
kesuburan. Pada tahap teologi ini, manusia menemukan identitas dirinya. Manusia
sebagai subyek yang masih terbuka dikelilingi oleh obyek yaitu alam, sehingga
manusia mudah sekali dimasuki oleh daya dan kekuatan alam. Lewat mitos inilah,
manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian alam
sekitarnya, dan dapat menanggapi daya kekuatan alam. Berikut ini akan
dijelaskan contoh-contoh mengenai mitos, yaitu:1. Gunung
api meletus hebat, menimbulkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan awan
panas, sehingga menimbulkan banyak korban manusia. Manusia pada tahap teologi
(menurut A. Comte) atau pada tahap mitos (C.A. van Peursen) belum dapat melihat
realita ini dengan inderanya.2. Gempa
bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi pada bahunya)
memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu yang lain.3. Gerhana
bulan disangka terjadi karena bulan dimakan raksasa.4. Bunyi
guntur dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendarai dewa melintasi
langit.
Mencari jawaban atas
masalah seperti itu, dan menghubungkannya dengan makhluk-makhluk gaib, disebut
berpikir secara irasional. Demikianlah manusia pada tahap mitos atau teologi
menjawab keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena
alam pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi.
b. Penalaran
Deduktif (rasionalisme)
Dengan bertambah
majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan,
manusia dapat menjawab banyak pertanyaan tanpa mengarang mitos.
Menurut A. Comte, dalam
perkembangan manusia sesudah tahap mitos, manusia berkembang dalam tahap filsafat.
Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum ditemukan metode
berpikir secara obyektif. Rasio sudah mulai dioperasikan, tetapi kurang
obyektif. Berbeda dengan pada tahap teologi, pada tahap filsafat ini manusia
mencoba mempergunakan rasionya untuk memahami obyek secara dangkal, tetapi
obyek belum dimasuki secara metodologis yang definitif.
Perkembangan alam
pikiran manusia merupakan suatu proses, maka manusia tidak puas
dengan pemikiran ini, sehingga berkembang ke dalam tahap positif atau tahap
ilmu. Dalam tahap positif atau tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara
obyektif. Manusia menghadapi obyek dengan rasio.
Dalam menghadapi
peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak
korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan
tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu, mempelajari
mengapa gunung api itu dapat meletus, kemudian berusaha mencari penyelesaian
dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya. Misalnya,
dengan mencegah terjadinya letusan yang hebat. Untuk mengurangi banyaknya
korban, penduduk di sekeliling gunung api tersebut dipindahkan ke daerah lain.
Inilah bukti bahwa manusia lama-kelamaan tidak puas dengan mitos sebagai
pemikiran yang irasional, kemudian mencari jawaban yang rasional.
Pemecahan secara
rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh pengetahuan yang
benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut rasionalisme. Dalam
menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran
deduktif adalah cara berpikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum
untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara
deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Silogisme itu
terdiri atas dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Kedua pernyataan itu
disebut premis mayor dan premis minor. Kesimpulan atau konklusi
diperoleh dengan penalaran deduktif dari kedua premis tersebut.
Dengan demikian, jelas
bahwa penalaran deduktif ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang
sudah pasti kebenarannya. Aksioma dasar ini yang dipakai untuk membangun sistem
pemikirannya, diturunkan atau berasal dari idea yang menurut anggapannya jelas,
tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Dengan penalaran deduktif ini dapat
diperoleh bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu obyek tertentu tanpa ada
kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. Di samping itu juga terdapat
kesulitan untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis.
c. Penalaran
Induktif (empirisme)
Pengetahuan yang
diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka
muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Mereka yang
mengembangkan pengetahuan berdasarkan pengalaman konkret disebut penganut
empirisme. Paham empirisme menganggap bahwa pengetahuan yang benar
ialah pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman konkret.
Penganut empirisme
menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif
adalah cara berpikir dengan menarik kesimpulan umum dari pengamatan, atas
gejala-gejala yang bersifat khusus. Misalnya, pada pengamatan atas logam besi,
tembaga, aluminium, dan sebagainya, jika dipanasi ternyata menunjukkan
bertambah panjang.
Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diperoleh hanya dengan penalaran
deduktif tidak dapat diandalkan karena bersifat abstrak dan lepas dari
pengalaman. Demikian pula dengan pengetahuan yang diperoleh hanya dari
penalaran induktif juga tidak dapat diandalkan karena kelemahan pancaindera.
Karena itu himpunan pengetahuan yang diperoleh belum dapat disebut ilmu
pengetahuan.
d. Pendekatan
Ilmiah sebagai Kelahiran Ilmu Pengetahuan Alam
Metode keilmuan atau
pendekatan ilmiah adalah perpaduan antara rasionalisme dan empirisme.
Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode
keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini
dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data
empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Metode
keilmuan itu bersifat obyektif, bebas dari keyakinan, perasaan dan prasangka
pribadi, serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan
pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara
memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme
dan empirisme. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa suatu himpunan pengetahuan
dapat disebut Ilmu Pengetahuan Alam bilamana memenuhi persyaratan berikut,
yaitu: obyeknya pengalaman manusia yang berupa gejala-gejala alam, yang
dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan
manusia.
Sumber:
http://eki-blogger.blogspot.co.id/2012/03/perkembangan-pemikiran-manusia.html
https://a62944.wordpress.com/2012/04/20/perkembangan-pemikiran-manusia-dalam-mensikapi-fenomena-alam/
https://ruardy.wordpress.com/2012/04/19/perkembangan-pemikiran-manusia-dalam-mensikapi-fenomena-alam/
https://mazdaonly.wordpress.com/2012/04/18/perkembangan-pemikiran-manusia-dalam-menyikapi-fenomena-alam/
http://stitattaqwa.blogspot.co.id/2012/02/perkembangan-pemikiran-manusia-dalam.html
Komentar
Posting Komentar